EKSISTENSIALISME PENDIDIKAN DALAM KURIKULUM 2013
06/12/14
Rev. MAT 3A-3Eksistensialisme adalah salah satu pendatang baru dalam dunia filsafat. Eksistensialisme hampir sepenuhnya merupakan produk abad XX. Eksistensialisme lebih dekat dengan sastra dan seni daripada filsafat formal. Tidak diragukan lagi bahwa eksistensialisme memusatkan perhatiannya pada emosi manusia daripada pikiran. Individualisme adalah pilar sentral dari eksistensialisme. Kaum eksistensialis tidak mengakui sesuatu itu sebagai bagian dari tujuan alam raya ini. Hanya manusia, yang individual yang mempunyai tujuan.
Eksistensialisme
berakar pada karya Soren Kierkegaard (1813-1855) dan Friedrich Nietzsche
(1844-1900). Kedua orang ini bereaksi terhadap impersonalisme dan formalisme
dari ajaran Kristen dan filsafat spekulatif Hegel. Kierkegaard mencoba
merevitalisasi ajaran Kristen dari dalam
dengan memberi tempat pada individu dan peran pilihan dan komitmen pribadi.
Kierkegaard
menentang keras pemikiran Hegel. Keberatan utama yang diajukannya adalah karena
Hegel meremehkan eksistensi yang kongkrit, karena Hegel mengutamakan ide yang
sifatnya umum. Menurut Kierkegaard, inti pemikirannya adalah eksistensi manusia
bukanlah sesuatu yang statis tetapi senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak
dari kemungkinan menuju suatu kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup
saat ini. Kesadaran akan diri merupakan kata kunci, karena melalui kesadaran
akan dirinya inilah manusia berproses ke arah yang lebih baik. Kesadaran akan
diri muncul bila manusia memiliki kebebasan menentukan.
Dari kierkegaard
kemudian diteruskan oleh Nitzche (1844-1900), pemikiran filsafat Nitzche
terarah pada upaya melahirkan ide yang bisa menjadi jalan keluar untuk menjawab
pertanyaan filosofisnya, yaitu “bagaimana cara menjadi manusia unggul
(ubbermench)”. Jawabannya adalah manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai
keberanian untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani. Menurut Friedrich
Nietzsche, manusia yang bereksistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan
untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi
manusia super (uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan mental budak.
Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan
menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.
Sebagai
pandangan baru, filsafat eksistensialisme merupakan filsafat yang secara khusus
mendeskripsikan eksistensial dan pengalaman manusia dengan metodologi
fenomenologi atau cara manusia berada. Eksistensialisme adalah suatu reaksi
terhadap materialism dan idealisme. Pendapat materialism terhadap manusia
adalah manusia merupakan benda dunia, manusia adalah materi, manusia adalah
sesuatu yang ada tanpa menjadi subyek. Pandangan manusia menurut idealisme :
manusia hanya sebagai subyek atau hanya sebagai suatu kesadaran.
Eksistensialisme berkeyakinan situasi manusia selalu berpangkalkan eksistensi
sehingga aliran eksistensialisme penuh dengan gambaran yang konkret.
Manusia adalah pusat otoritas epistemologis dalam eksistensialisme, artinya manusia di sini bukan manusia sebagai satu spesies, melainkan manusia
sebagai individu yang kongkrit, meruang dan mewaktu. Makna dan kebenaran tidak
ditentukan dari dan untuk alam
semesta, justru manusia itulah yang
memberi makna terhadap sesuatu sebagaimana kodratnya. Manusia mempunyai hasrat
untuk percaya kepada makna eksternal dan hasilnya ia menentukan sendiri untuk
percaya kepada apa yang ingin dipercayainya.
Sementara, dalam
ontologis, eksistensialisme banyak mempersoalkan makna keberadaan manusia yang
diyakini mesti dihadirkan lewat kebebasan. Oleh karena itu, pertanyaan utama
eksistensialisme nyaris selalu bersinggungan dengan persoalan kebebasan; mulai dari
apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas itu? eksistensialisme
menolak mentah-mentah bentuk determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan
tersebut.
Sementara, di
perancis eksistensialisme dikenal lewat Jean Paul Sartre. Sartre dengan
diktumnya “human is condemned to be free”. Manusia menurut Sartre, dikutuk
untuk bebas. Dengan kebebasannya itulah kemudian manusia bertindak. Dalam sisi
ini, pertanyaan yang sering muncul sebagai akibat dari adanya kebebasan
eksistensialis : sejauh mana kebebasan manusia itu? Atau, sesuatu yang dalam
istilah dikenal “orde baru”. Apakah eksistensialisme mengenal kebebasan yang
bertanggung jawab? Para penganut eksistensialisme meyakini kebebasan adalah
satu-satunya universalitas manusia.
Fokus filsafat eksistensialis adalah dalam aksiologi yang
membedakannya dengan filsafat tradisional yang mementingkan metafisika. Dapat
dikatakan bahwa “metafisika” eksistensialisme diwakilkan dengan kata
“eksistensi” dan konsep epistemologinya
adalah “pilihan”. Oleh karena itu, kedua
konsep ini membawa manusia eksistensialis memfokuskan diri pada aktivitas
kehidupan dan perhatian filsafatnya diikat dalam lingkup aksiologi individual
sebagai seorang penentu eksistensialis.
Pada intinya, menurut
kaum eksistensialis, manusia mempunyai kehendak bebas, mengerti etika, dan
membangun kebudayaan. Manusia tidak hanya berada di dalam dunia, tetapi juga
menghadapi manusia. Manusia menjalani kehidupan yang selalu berarti membuat dan
menjalankan makna-makna. Itu berarti manusia memiliki kesadaran. Sadar akan
dirinya sendiri, sadar akan objek-objek yang disadarinya. Manusia yang memiliki
kesadaran ini menjadi subjek, bukan lagi objek semata. Manusia memiliki
kebebasan untuk memilih tindakan apa
yang akan diambil, namun menentukan tindakan yang paling baik merupakan
hal yang sulit.
Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (UU RI nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Untuk mengembangkan dan
membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat, pendidikan berfungsi
mengembangkan segenap potensi peserta didik “menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab”
(UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Tujuan
pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan
semua potensinya untuk pemenuhan diri.
Berdasarkan
fungsi dan tujuan pendidikan nasional maka pengembangan kurikulum haruslah
berakar pada budaya bangsa, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang.
Manusia adalah
pencipta esensi dirinya. Di kelas, guru berperan sebagai fasilitator untuk membiarkan
siswa berkembang. Karena perasaan tidak terlepas dari nalar, maka kaum
eksistensialis menganjurkan pendidikan sebagai cara membentuk manusia secara
utuh, bukan hanya sebagai pembangunan nalar. Sejalan dengan tujuan itu,
kurikulum menjadi fleksibel dengan menyajikan sejumlah pilihan untuk dipilih
siswa.
Kurikulum
merupakan suatu alat yang berfungsi sebagai sarana untuk mencapai tujuan
pendidikan. Kurikulum dikembangkan dari pedoman kurikulum yang telah
ditentukan. Pedoman ini akan digunakan
sebagai penentu jalannya pencapaian tujuan pendidikan. Dalam hal ini yang
dimaksud sebagai pedoman yaitu filsafat.
Aliran
eksistensialisme menilai kurikulum berdasarkan pada apakah hal itu
berkontribusi pada pencarian individu akan makna dan muncul dalam suatu
tingkatan kepekaan personal yang disebut Greene “kebangkitan yang luas”. Eksistensialisme
menyatakan bahwa kurikulum yang ideal adalah kurikulum yang memberikan
kebebasan individual yang luas bagi para siswa agar mereka mampu untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, melaksanakan pencarian mereka sendiri, dan
menarik kesimpulan-kesimpulan mereka sendiri. Dengan kata lain, yang diutamakan
adalah kurikulum liberal, yang merupakan landasan bagi kebebasan manusia.
Kurikulum yang
sering kita dengar yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2004
dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. Namun,
pendidikan tahun ajaran sekarang kurikulum yang sedang diterapkan adalah
Kurikulum 2013. Dalam pembelajaran, kurikulum 2013 ini dilakukan dengan
pendekatan saintifik yang langkah-langkahnya yaitu dengan 5M (Mengamati,
Menanya, Menalar, Mencoba, Mengkomunikasikan). Dalam langkah-langkah pendekatan
saintifik tersebut bertujuan memberikan kebebasan kepada siswa untuk
mengungkapkan pendapatnya, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, melakukan
pencarian di media internet, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan kepada
teman-temannya. Dalam kurikulum 2013 juga siswa diharuskan mampu mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Sedangkan tujuan Kurikulum 2013 ini adalah untuk
mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi
dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta
mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan
peradaban dunia.
Kaitan
eksistensialisme dengan kurikulum 2013 adalah Kurikulum 2013 ini lebih
menekankan kepada siswa untuk mencari tahu sendiri pengetahuannya, tidak
dijejali pengetahuan terus menerus oleh para guru, jadi pada kegiatan belajar
di kurikulum 2013 ini siswa akan lebih aktif daripada guru. Dapat diketahui
bahwa kurikulum 2013 ada kaitannya dengan eksistensi manusia karena pada
pelaksanaan kurikulum 2013 ini siswa diberikan kebebasan individual yang luas
bagi para siswa agar mereka mampu untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan, melaksanakan
pencarian mereka sendiri, dan menarik kesimpulan-kesimpulan mereka sendiri. Selain
itu, tujuan kurikulum juga sangat mendukung aliran filsafat eksistensialisme
yaitu menghasilkan manusia seutuhnya. Jadi, tujuan kurikulum 2013 itu mempunyai
kaitan dengan aliran eksistensialisme.
Sumber :
http://historyfileon.blogspot.com/2012/01/eksistensialisme-dalam-pembelajaran.html
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2012
”Dokumen Kurikulum 2013”. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Label: Kuliah
0 comments