Penerapan Teori Belajar Bruner Dalam Pembelajaran Matematika Serta Kaitannya Dengan Kurikulum 2013
12/12/14
Abstrak
Salah satu pelopor aliran
psikologi kognitif adalah Jeremi S. Bruner. Bruner banyak memberikan pandangan
kognitif mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar,
hakikat pendidikan selain teori belajar dan teori pengajaran yang
dikemukakannya. Bruner membagi tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam
tiga tahap yaitu tahap enaktif, tahap ikonik dan tahap simbolik. Beberapa
konsep dalam pembelajaran matematika dapat diuraikan langkah-langkah
pembelajaran menurut Bruner, mulai modus representasi enaktif, ikonik, dan
simbolik. Beberapa contohnya adalah pembelajaran konsep volum balok atau
menggambar jaring-jaring kubus pada materi bangun ruang sisi datar di SMP kelas
VIII. Menurut Bruner, proses belajar akan berlangsung secara optimal jika
proses pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian jika tahap
belajar yang pertama ini telah dirasa cukup, siswa beralih ke kegiatan belajar
tahap kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi ikonik,
dan selanjutnya, kegiatan belajar itu diteruskan dengan kegiatan belajar tahap
ketiga yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik.
Kata kunci : Teori
Bruner, Pembelajaran Matematika
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Teori Perkembangan Kognitif
Bruner
Jerome S. Bruner (1915) adalah seorang ahli psikologi perkembangan
dan ahli psikologi belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah
eklektik. Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia,
motivasi, belajar, dan berpikir. Dalam mempelajari manusia, Ia menganggap
manusia sebagai pemproses, pemikir, dan pencipta informasi (dalam Wilis Dahar,
1988;118).
Menurut Bruner belajar matematika akan lebih berhasil jika
proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang
terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping hubungan yang terkait
antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Dengan mengenal konsep dan struktur
yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi
yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu
pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak.
Menurut Bruner untuk memahami konsep-konsep yang sifatnya
abstrak, dibutuhkan wakil (representasi) yang dapat ditangkap oleh indera
manusia.Bruner juga mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya
diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Melalui alat
peraga yang ditelitinya itu, anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan
dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya itu.
Keteraturan tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan keterangan intuitif
yang telah melekat pada dirinya.
Dengan memanipulasi alat-alat peraga, siswa dapat belajar
melalui keaktifannya. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Bruner, belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan
manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar (melebihi) informasi yang
diberikan pada dirinya. Sebagai contoh, seorang siswa yang mempelajari bilangan
prima akan bisa menemukan berbagai hal yang penting dan menarik tentang
bilangan prima, sekalipun pada awal mula guru hanya memberikan sedikit
informasi tentang bilangan prima kepada siswa tersebut. Teori Bruner
tentang kegiatan manusia tidak terkait dengan umur atau tahap
perkembangan (berbeda dengan Teori
Piaget).
3.2 Tahap-tahap Belajar Bruner
Ada dua bagian yang penting
dari teori Bruner (dalam Suwarsono, 2002;25), yaitu :
a. Tahap-Tahap
Dalam Proses Belajar
b. Teorema-teorema
Tentang Cara Belajar dan Mengajar Matematika
1. Tahap-Tahap
Dalam Proses Belajar
Menurut Bruner, jika seseorang mempelajari
suatu pengetahuan (Misalnya mempelajari suatu konsep Matematika), pengetahuan
itu perlu dipelajari dalam tahap-tahap
tertentu, agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur
kognitif) orang tersebut. Proses
internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses
belajar terjadi secara optimal) jika
pengetahuan yang dipelajari itu
dipelajari dalam tiga tahap, yang macamnya dan urutannya adalah sebagai berikut
(dalam Suwarsono,2002;26) :
1.
Tahap enaktif, yaitu suatu tahap
pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara
aktif, dengan menggunakan benda-benda kongkret atau menggunakan situasi yang
nyata.
2.
Tahap Ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana
pegetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual
(visual imagery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan konkret
atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas.
3.
Tahap simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu
direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (Abstract symbols yaitu
simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam
bidang yang bersangkutan), baik simbol-simbol verbal (Misalnya huruf-huruf,
kata-kata, kalimat-kalimat) lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang
abstrak lainnya.
Sebagai contoh, dalam mempelajari penjumlahan dua
bilangan cacah, pembelajaran akan terjadi secara optimal jika mula-mula siswa
mempelajari hal itu dengan menggunakan benda-benda konkret (misalnya
menggabungkan 3 kelereng dengan 2 kelereng, dan kemudian menghitung banyaknya
kelereng semuanya ini merupakan tahap enaktif). Kemudian, kegiatan belajar dilanjutkan
dengan menggunakan gambar atau diagram yang mewakili 3 kelereng dan 2 kelereng
yang digabungkan tersebut (dan kemudian dihitung banyaknya kelereng semuanya,
dengan menggunakan gambar atau diagram tersebut/ tahap yang kedua ikonik, siswa
bisa melakukan penjumlahan itu dengan menggunakan pembayangan visual (visual
imagenary) dari kelereng tersebut. Pada tahap berikutnya yaitu tahap simbolis,
siswa melakukan penjumlahan kedua bilangan itu dengan menggunakan
lambang-lambang bilangan, yaitu : 3 + 2 = 5.
Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi
melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan
bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan
meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih
keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.
Brunner mengajukan bahwa dalam pembelajaran di sekolah
hendaknya meliputi:
1) Pengalaman
– pengalaman optimal untuk mau dan dapat belajar.
Pembelajaran dari segi siswa membantu siswa dalam hal
mencari alternative pemecahan masalah. Dalam mencari masalah melalui
penyelidikan dan penemuan serta cara pemecahannya dibutuhkan adanya aktivitas,
pemeliharaan dan pengarahan. Artinya bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik
dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan
tertentu.
2)
Penstrukturan Pengetahuan untuk Pemahaman optimal.
Pembelajaran hendaknya dapat memberikan struktur yang
jelas dari suatu pengetahuan yang dipelajari anak – anak. Dengan perkataan
lain, anak dibimbing dalam memahami sesuatu dari yang paling khusus (deduktif)
menuju yang paling kompleks (induktif), bukan konsep yang lebih dahulu
diajarkan, tetapi contoh kongkrit dari kejujuran itu sendiri.
3) Bentuk dan
pemberian reinforsemen.
Beliau berpendapat bahwa seorang murid belajar dengan
cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep
dengan mengasingkan benda-benda mengikut ciri-ciri persamaan dan perbedaan.
Selain itu, pengajaran didasarkan kepada perangsang murid terhadap konsep itu
dengan pengetahuan yang ada. Misalnya, anak-anak membentuk konsep segiempat
dengan mengenal segiempat mempunyai 4 sisi dan memasukkan semua bentuk bersisi
empat kedalam kategori segiempat,dan memasukkan bentuk-bentuk bersisi tiga
kedalam kategori segitiga.
Menurut Bruner, proses belajar akan berlangsung secara
optimal jika proses pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian
jika tahap belajar yang pertama ini telah dirasa cukup, siswa beralih ke
kegiatan belajar tahap kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus
representasi ikonik, dan selanjutnya, kegiatan belajar itu diteruskan dengan
kegiatan belajar tahap ketiga yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus
representasi simbolik.
2. Teorema-Teorema
Tentang Cara Belajar Dan Mengajar Matematika
Menurut Bruner ada empat prinsip prinsip
tentang cara belajar dan mengajar matematika yang disebut teorema. Keempat
teorema tersebut adalah teorema penyusunan (Construction theorem), teorema
notasi (Notation theorem), teorema kekontrasan dan keanekaragaman (Contras and variation theorem), teorema pengaitan
(Connectivity theorem) (dalam Suherman E., 2003;44-47).
a) Teorema penyusunan (Construction theorem)
Teorema
ini menyatakan bahwa bagi anak cara yang paling baik untuk belajar konsep dan
prinsip dalam matematika adalah dengan melakukan penyusunan representasinya.
Pada permulaan belajar konsep pengertian akan menjadi lebih melekat apabila
kegiatan yang menujukkan representasi konsep itu dilakukan oleh siswa sendiri.
Dalam
proses perumusan dan penyusunan ide-ide, apabila anak disertai dengan bantuan
benda-benda konkrit mereka lebih mudah mengingat ide-ide tersebut. Dengan
demikian, anak lebih mudah menerapkan ide dalam situasi nyata secara tepat.
Dalam hal ini ingatan diperoleh bukan karena penguatan, akan tetapi pengertian
yang menyebabkan ingatan itu dapat dicapai. Sedangkan pengertian itu dapat
dicapai karena anak memanipulasi benda-benda konkrit. Oleh karena itu pada
permulaan belajar, pengertian itu dapat dicapai oleh anak bergantung pada
aktivitas-aktivitas yang menggunakan benda-benda konkrit.
Contoh,
untuk memahami tentang konsep kubus atau balok maka guru memperlihatkan
benda-benda dalam kehidupan sehari-hari yang berbentuk kubus atau balok.
b.) Teorema
Notasi
Teorema
notasi mengungkapkan bahwa dalam penyajian konsep, notasi memegang peranan
penting. Notasi yang digunakan dalam menyatakan sebuah konsep tertentu harus
disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif siswa. Ini berarti untuk
menyatakan sebuah rumus misalnya, maka notasinya harus dapat dipahami oleh
anak, tidak rumit dan mudah dimengerti.
Notasi
yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan dari yang paling
sederhana sampai yang paling sulit. Urutan penggunaan notasi disesuaikan dengan
tingkat perkembangan kognitif anak.
c.) Teorema pengkontrasan dan keanekaragaman
Dalam
teorema ini dinyatakan bahwa dalam mengubah dari representasi konkrit menuju
representasi yang lebih abstrak suatu konsep dalam matematika, dilakukan dengan
kegiatan pengontrasan dan keanekaragaman. Artinya agar suatu konsep yang akan
dikenalkan pada anak mudah dimengerti, konsep tersebut disajikan dengan
mengontraskan dengan konsep-konsep lainnya dan konsep tersebut disajikan dengan
beranekaragam contoh. Dengan demikian anak dapat memahami dengan mudah karakteristik
konsep yang diberikan tersebut.
Untuk
menyampaikan suatu konsep dengan cara mengontraskan dapat dilakukan dengan
menerangkan contoh dan bukan contoh. Sebagai contoh untuk menyampaikan konsep
bangun ruang maka pada anak diberikan beberapa gambar dan siswa menunjukkan
gambar yang termasuk bangun ruang dan yang bukan merupakan bangun ruang
Dengan
contoh soal yang beranekaragam, kita dapat menanamkan suatu konsep dengan lebih
baik daripada hanya contoh-contoh soal yang sejenis saja. Dengan keanekaragaman
contoh yang diberikan siswa dapat mengenal dengan jelas karakteristik konsep
yang diberikan kepadanya. Misalnya, dalam pembelajaran konsep persegi panjang,
persegi panjang sebaiknya ditampilkan dengan berbagai contoh yang bervariasi,
misalnya ada persegi panjang yang posisinya bervariasi (ada yang kedua sisinya
yang berhadapan terletak horisontal dan
dua sisi yang lainnya vertikal, ada yang posisinya miring, dan sebagainya).
d.) Teorema pengaitan (Konektivitas)
Teorema
ini menyatakan bahwa dalam matematika antara satu konsep dengan konsep lainnya
terdapat hubungan yang erat, bukan saja dari segi isi, namun juga dari segi
rumus-rumus yang digunakan. Materi yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi
yang lainnya, atau suatu konsep tertentu diperlukan untuk menjelaskan konsep
lainnya. Seperti pada penentuan luas sisi bangun ruang balok maka dibutuhkan
pengetahuan prasyarat siswa tentang luas persegi panjang.
Guru harus
dapat menjelaskan kaitan-kaitan tersebut pada siswa. Hal ini penting agar siswa
dalam belajar matematika lebih berhasil. Dengan melihat kaitan-kaitan itu
diharapkan siswa tidak beranggapan bahwa cabang-cabang dalam matematika itu
sendiri berdiri sendiri-sendiri tanpa keterkaitan satu sama lainnya.
Perlu
dijelaskan bahwa keempat teorema tersebut di atas tidak dimaksudkan untuk
diterapkan satu persatu dengan urutan seperti di atas. Dalam penerapannya, dua
teorema atau lebih dapat diterapkan secara bersamaan dalam proses pembelajaran
suatu materi matematika tertentu. Hal tersebut bergantung pada karakteristik
dari materi atau topik matematika yang dipelajari dan karakteristik dari siswa
yang belajar.
3.3 Langkah Penerapan Teori Belajar
Bruner
1. Sajikan contoh dan bukan contoh dari
konsep-konsep yang diajarkan. Misal: untuk contoh mau mengajarkan bentuk bangun
datar segiempat, sedang-kan bukan contoh adalah berikan bangun datar segitiga,
segi lima atau lingkaran.
2.
Bantu siswa untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep. Misalnya
berikan pertanyaan kepada siswa seperti berikut ini ” apakah nama bentuk ubin
yang sering digunakan untuk menutupi lantai rumah? Berapa cm ukuran ubin-ubin
yang dapat digunakan?”
3.
Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya
sendiri. Misalnya Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut?
4.
Ajak dan beri semangat siswa untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya.
Jangan dikomentari dahulu jawaban siswa, gunakan pertanyaan yang dapat memandu
siswa untuk berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya. (Anita dalam Panen,
2003)
Teori belajar Bruner ini didasarkan pada dua asumsi, bahwa :
1.
Perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, artinya pengetahuan
akan diperoleh siswa apabila yang bersangkutan berinteraksi secara aktif dengan
lingkungannya.
2.
Orang mengkonstruksikan pengetahuannya dengan cara menghubungkan hal-hal yang
mempunyai kemiripan dihubungkan menjadi suatu struktur yang memberi arti.
3.4 Penerapan Teori Kognitif Bruner dalam Dunia Pendidikan
1. Metode dan Tujuan
Dalam
belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya beriring. Tujuan belajar
bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja. Tujuan belajar sepenuhnya ialah
untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan
intelektual siswa dan merangsang keingintahuan mereka dan memotivasi kemampuan
mereka. Inilah yang dimaksud dengan memperoleh pengetahuan melalui belajar
penemuan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bruner dalam bukunya Toward a
Theory of Instruction yang diambil dari buku Teori-Teori Belajar tulisan
Ratna Wilis Dahar, Bruner mengatakan: We teach a subject not to produce
litle living libraries on the subject, but rather to get a student to think
mathematically for him self, to consider matters as an historian does, to take
part in the process of knowledge-getting. Knowing is a process, not aproduct.
Jadi kalau
kita mengajar sains misalnya, kita bukan akan menghasilkan
perpustakaan-perpustakaan hidup kecil tentang sains, melainkan kita ingin
membuat anak-anak kita berfikir secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan
serta dalam proses perolehan pengetahuan. Mengetahui itu adalah suatu proses,
bukan suatu produk.
2. Peranan Guru
Langkah
guru sebagai fasilitator pembelajaran dalam belajar penemuan adalah:
1.Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran
itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa.
2.Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar
bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Guru hendaknya memulai dengan sesuatu
yang sudah dikenal siswa. Kemudian guru mengemukakan sesuatau yang berlawanan.
Dengan demikian terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbulah
masalah. Dalam keadaan yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu kesangsian
yang merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun
hipotesis-hipotesis dan mencoba menemukan konsep atau prinsip yang mendasari
masalah itu.
3.Guru harus menyajikan dengan cara enaktif, ikonik dan
simbolik. Enaktif adalah melaui tindakan atau dengan kata lain belajar sambil
melakukan (learning by doing). Ikonik adalah didasarkan atas pikiran
internal. Pengetahuan disajikan melalui gambar-gambar yang mewakili suatu
konsep. Simbolik adalah menggunakan kata-kata atau bahasa-bahasa.
4.Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara
teoritis, guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru
hendaknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan
dipelajari, tetapi hendaknya memberikan saran-saran bila diperlukan. Sebagai
seorang tutor, guru hendaknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.
5.Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar
penemuan. Secara garis besar belajar penemuan ialah mempelajari
generalisasi-generalisasi dengan menemukan sendiri konsep-konsep itu. Di
lapangan, penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang konsep
dasar, dan kemampuan untuk menerapkan konsep itu ke dalam situsi baru dan
situasi kehidupan nyata sehari-hari pada siswa.
Jadi dalam belajar penemuan, guru
tidak begitu mengendalikan proses pembelajaran. Guru hendaknya mengarahkan
pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah. Penilaian hasil belajar meliputi
tentang konsep dasar dan penerapannya pada situasi yang baru.
3.5 Aplikasi Teori Bruner Dalam Pembelajaran Matematika
a. Menemukan rumus
luas daerah persegi panjang.
Untuk
tahap contoh guru memberikan bangun persegi dengan berbagai ukuran dilingkungan
sekitar, sedangkan bukan contohnya guru memberikan bentuk-bentuk bangun datar lainnya
seperti, persegi panjang, jajar genjang, trapesium, segitiga, segi lima, segi
enam, lingkaran.
Langkah-langkah
pembelajaran
A. Tahap Enaktif
- Siswa
diarahkan untuk mengukur atau menghitung panjang dan lebar bangun
persegipanjang yang tersusun dari petak-petak satuan seperti pada contoh
dibawah ini. (semakin banyak variasi bangun semakin baik).
- Siswa mengisinya tabel yang tersedia
sesuai dengan hasil perhitungan.
B. Tahap Ikonik
- Siswa diajak menghitung banyaknya
satuan persegi dengan cara membilang dan kemudian dibimbing untuk menemukan
hubungan antara satuan panjang dan lebar untuk menentukan luas bangun.
C. Tahap Simbolis
- Siswa diminta untuk mengeneralisasikan untuk
menenukan rumus luas daerah persegi panjang. Jika simbolis ukuran panjang
adalah p, ukuran lebarnya adalah l , dan luas daerah persegi panjang adalah L, maka
rumus luas persegipanjang dapat digeneralisasikan menjadi
maka
jawaban yang diharapkan L = p x l satuan. Jadi luas persegi panjang adalah
ukuran panjang dikali dengan ukuran lebar.
3.6 Kaitan Teori Belajar Bruner dengan Kurikulum
2013
Secara garus besar, menurut Bruner
untuk memahami konsep-konsep yang sifatnya abstrak, dibutuhkan wakil
(representasi) yang dapat ditangkap oleh indera manusia. Bruner juga
mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk
memanipulasi benda-benda (alat peraga). Melalui alat peraga yang ditelitinya
itu, anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur yang
terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya itu.
Dalam sistem pembelajaran saat ini
yang menerapkan Kurikulum 2013, secara umum karakteristik dari Kurikulum 2013
itu sendiri yaitu student center atau
berpusat pada siswa dan terdapat unsur 5M (Mengamati, Menanya, Mengumpulkan
informasi, Mengolah informasi, dan Mengkomunikasikan). Dalam hal ini, siswa
diberikan kebebasan didalam kelas untuk bertanya, berdiskusi, mencari
informasi, dan mempresentasikan.
Menurut
Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan.
Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan
mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan
penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan
kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah. Dalam teori belajar Bruner
yang dikaitkan dengan Kurikulum 2013 yaitu belajar penemuan sesuai dengan
tuntutan pembelajaran saat ini yang memberikan kebebasan kepada siswa untuk
melakukan proses 5M tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Sanrego, Wandy Arung. APLIKASI TEORI
BELAJAR BRUNER DALAM PEMBELAJARAN KUBUS DAN BALOK. 1 November 2014. http://mathematicswandy.blogspot.com/2012/10/aplikasi-teori-belajar-bruner.html
Wardhina, Elvira. TEORI BELAJAR BRUNER. 1 November
2014. http://elvirawardhina.blogspot.com/2013/03/teori-belajar-bruner.html
Math
Edu Zone. Teori belajar Jerome Bruner. 1 November 2014. http://matheduzone.blogspot.com/2012/07/teori-belajar-jerome-bruner-dan-teori.html
Fuaidah, Tu’nas. TEORI BELAJAR MENGAJAR MENURUT
JEROME S. BRUNER. 1 November 2014. http://8tunas8.wordpress.com/teori-belajar-mengajar-menurut-jerome-s-bruner/
Tujuhkoto.
TEORI BELAJAR MENURUT JEROME BRUNER. 1 November 2014. http://tujuhkoto.wordpress.com/2010/06/21/teori-belajar-menurut-jerome-bruner/
Label: Kuliah
1 comments
sari mengatakan...
terima kasih sangat membantu sekali,,,